Unika Santo Thomas menggelar kegiatan Wisuda Sarjana dan Magister Tahun Akademik 2024-2025

Foto: ist

1.mewartakan Kebenaran

Sebagai Prolog buku ‘Summa Contra Gentiles 1, St. Thomas Aquinas mengutip Amsal 8:7 “Karena lidahku mengatakan kebenaran, dan kefasikan adalah kekejian bagi bibirku. “Teks tersebut bicara tentang kebenaran dan kasih. Kebencian terhadap kefasikan merupakan perwujudan kasih. Pada baris pertama dari buku tersebut, St. Thomas Aquinas mengutip perkataan Filsuf (Aristoteles), bahwa “orang bijaklah yang mengatur segala sesuatu.” Artinya, kebijaksanaan mengatur segala sesuatu dalam kebenaran dan kasih. Perguruan Tinggi yang dikelola dengan kebenaran dan kasih adalah tempat dimana kebijaksanaan dikembangkan.

Selama kuliah di Universitas Katolik Santo Thomas, kalian belajar cara berpikir. bernalar, mengungkapkan pikiran dengan jelas, berargumen secara persuasif, dengan semangat kebenaran dan belas kasih. Saya berharap kalian diajar supaya berdoa bersama St. Thomas Aquinas, supaya Tuhan menganugerahkan kepada kalian “pengertian yang tajam, ingatan yang kuat, kemampuan dalam belajar, wawasan dalam memahami dan kefasihan dalam berbicara”.

Hal itu merupakan kesempatan, sekaligus karunia yang harus kalian syukuri, sebab sekarang ini seperti pernah dikatakan oleh Paus Benediktus XVI bahwa kita sedang menuju kediktatoran relativisme, yang tidak mengakui adanya kepastian dan menyatakan bahwa tujuan tertinggi yaitu ego dan keinginan sendiri. “Apa Kebenaran itu?” (Yoh. 18:38). Itulah pertanyaan Pontius Pilatus. Yesus menjawab, Ego sum veritas. “Akulah kebenaran” (Yoh. 14:6 Yesus Kristus adalah Firman, Logos, yang menjadi manusia, penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh. 1:14). Dia adalah kekuatan dan hikmat yang berinkarnasi (1 Kor. 1:24). Dia adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6). “Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran, setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku” (Yoh. 18:37).

Apakah kebenaran itu? St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa kebenaran terletak pada kesesuaian antara pikiran dan kenyataan. Jika saya berkata, “sedang terjadi banjir di luar.” Kalian melihat keluar untuk memastikan apakah yang saya katakan sesuai dengan kenyatan. Aristoteles mendefinisikan kebenaran sebagai berikut, “Kebenaran adalah mengatakan apa yang ada adalah ada, dan apa yang tidak ada, memang tidak ada.” Itulah kebenaran. Bagaimana budaya kita menggambarkan kebenaran? Hal yang dapat dikatakan sekarang adalah dalam semesta tata nilai, keyakinan dan realitas hidup manusia, tidak ada sebuah nilai atau kebenaran absolut yang menjadi rujukan bagi semua. Setiap pengertian, keyakinan, nilai dan kebudayaan mempunyai kriteria masing-masing seturut konteksnya, sehingga validitasnya berawal dan berakhir pada dirinya sendiri. Sebagai contoh, kita menegur seseorang karena ia melanggar rambu lalu-lintas, ia melawan arus lalu-lintas, sehingga menimbulkan kemacetan. Bukannya ucapan terima kasih bahwa ia hendak disadarkan terhadap kesalahannya, tetapi malah kemarahan yang diberikan. “Apakah jalan ini milikmu? Ini adalah urusanku sendiri, hakku sendiri. Lebih baik kamu mengurusi dirimu sendiri saja dan jangan mencampuri urusan orang lain”. Artinya, kebenaranmu bukanlah kebenaran saya, kebenaranmu adalah kebenaranmu dan kebenaran saya adalah kebenaran saya. Apa yang kamu anggap benar, belum tentu orang lain setuju dengan anggapanmu itu. Jadi, jangan memaksakan apa yang kamu anggap benar kepada orang lain. Jika demikian, berdasarkan apa kita berhak berkata sesuatu itu benar dan sesuatu itu tidak benar?

Salah satu misi kalian adalah membuat suara akal sehat didengar dalam masyarakat kita. Kalian telah dibekali dengan pendidikan yang baik. Itu adalah anugerah untuk kalian, dan harus kalian bagikan kepada orang lain. Kalian harus memancarkan cahaya akal sehat di tengah kegelapan yang menyelimuti masyarakat kita.

2. Mewartakan Keadilan

Acara wisuda adalah momen yang penuh makna, tidak hanya karena prestasi akademis yang telah dicapai, tetapi juga karena kesempatan untuk merenungkan panggilan kita sebagai orang Kristen, yaitu untuk membawa kebaikan dan keadilan kepada sesama dan dunia ini. Universitas Katolik St. Thomas, sebagai bagian dari Gereja Katolik Keuskupan Agung Medan, selalu diajak untuk tidak hanya mengejar ilmu pengetahuan demi kemajuan pribadi bagi para lulusannya, tetapi juga untuk memperjuangkan kebaikan bersama. Paus Fransiskus dalam berbagai ensikliknya, seperti Laudato Si dan Fratelli Tutti, mengajak kita untuk memperjuangkan keadilan sosial, melindungi rumah bersama kita bumi dan merawat semua makhluk hidup. Paus Fransiskus menekankan bahwa pendidikan yang sejati bukan hanya soal pengetahuan akademis, tetapi juga tentang melibatkan diri dalam memajukan keadilan sosial, menjaga martabat manusia, dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Beliau menyerukan agar kita merespons tantangan zaman ini dengan kepedulian terhadap kemiskinan, ketidakadilan, serta kerusakan lingkungan. Longsor yang terjadi di kawasan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang pada tangga 26 November 2024 yang lalu, dan beberapa mahasiswi Unika St. Thomas menjadi korban, seharusnya melahirkan kesadaran kita akan pentingnya menjaga lingkungan.

Pendidikan harus menghasilkan generasi yang tidak hanya terampil dalam bidang profesinya, tetapi juga memiliki komitmen untuk memajukan dunia dengan cara yang adil, penuh kasih, dan berwawasan lingkungan.

St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa keadilan bukan hanya soal membagi secara adil antara individu, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang mendukung kesejahteraan bersama dan mengarah pada kebahagiaan yang sejati. Dalam konteks kita sekarang, hal ini berarti memperjuangkan keadilan sosial dan menjaga lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab moral kita.

Para wisudawan yang terhormat, hari ini adalah awal dari babak baru dalam kehidupan kalian. Ilmu pengetahuan yang kalian peroleh harus digunakan untuk memajukan masyarakat yang lebih adil, lebih berkasih, dan lebih peduli terhadap lingkungan hidup. Kalian memiliki kekuatan untuk membuat perubahan, untuk mengedepankan keadilan, tidak hanya dalam dunia profesional, tetapi juga dalam komunitas global yang semakin terhubung ini. Ingatlah bahwa pengetahuan yang kalian peroleh adalah pemberian yang harus digunakan untuk melayani sesama dan menciptakan dunia yang lebih baik. Seperti yang diajarkan oleh Paus Fransiskus, kita harus menjadi “pelopor kebaikan” yang mendorong perubahan positif bagi umat manusia dan seluruh ciptaan.

3. Memupuk Keberanian

Untuk mengatakan kebenaran dan mewujudkan keadilan dibutuhkan keberanian. Bahkan untuk mengatakan kebenaran dasar tentang akal budi manusia, tentang sifat manusia, tentang kewarasan manusia membutuhkan keberanian. Masyarakat kita gampang tersinggung. Bahkan sepertinya hidup untuk tersinggung. Orang yang mengatakan kebenaran pada masyarakat yang mudah tersinggung akan dianiya. Tentu kita membaca berita tentang dibakarnya rumah wartawan Tribrata TV bernama Rico Sempurna Pasaribu di Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Sumut), dan membuat Rico Sempurna dan tiga anggota keluarganya tewas. Diduga pembakaran itu dilakukan karena motif ketersinggungan, yaitu Rico Sempurna gencar memberitakan soal perjudian.

Akan tetapi, Yesus telah berkata, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 5:10). Dunia telah membenci Kristus, karena Dia memberi kesaksian bahwa pekerjaan-pekerjaannya jahat (Yoh. 7:7). Jadi Dunia juga akan membenci kalian jika kalian menentang pekerjaan-pekerjaan yang jahat. Tetapi “jikalau dunia membenci kamu, ketahuilah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku” (Yoh. 15:18). “Di dalam dunia kamu menderita penindasan, tetapi percayalah, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh. 16:33).

Jadi, jika kita ingin mewartakan cahaya kebenaran di dunia yang gelap, kita membutuhkan keberanian. Bagi St. Thomas Aquinas, keberanian memampukan seseorang melawan halangan atau rintangan yang berusaha menjauhkan dirinya dari hidup menurut bimbingan akal budinya. Jadi keberanianlah yang mendorong orang Kristen melawan kelemahan kemauan (weakness of will) dalam melakukan hal yang baik sesuai ajaran Kristiani. Dengan kata lain, keberanian membuat kita kebal terhadap keputusasaan. Ini adalah salah satu karunia Roh Kudus, yang telah diberikan kepada kita dalam baptisan, dan penguatan untuk membuat kita berani memberi kesaksian tentang kebenaran kebenaran Yesus Kristus diperoleh melalui iman; dan kebenaran tentang kodrat manusia diketahui melalui akal sehat.

Selain sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan, Keberanian perlu disempurnakan melalui latihan. Jika kita ingin berani untuk menyatakan kebenaran, kita harus berlatih melakukannya pada saat yang tepat dan diperlukan. Kita dipanggil untuk menjadi seperti Petrus pada hari Pentakosta, berani mengatakan kebenaran tanpa disuruh. Sebagai contoh bisa disebut mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia bernama Bima Yudho Saputro. Melalui akun Tik Tok @awbimaxreborn, Bima melayangkan kritik tentang jalanan rusak di Lampung. Atas kritik itu, ia dilaporkan ke polisi. Masyarakat kita membutuhkan para pemuda pemberani seperti itu supaya terjadi perubahan di masyarakat kita. Secara sakramental melalui baptisan, dan secara intelektual melalui pendidikan, kita telah diperlengkapi untuk menjadi saksi kebenaran. Memang tidak mudah menjadi saksi kebenaran, lebih mudah untuk ikut arus saja. Dibutuhkan keberanian untuk mengatakan kebenaran, karena itu jangan takut!D|Red

Pos terkait