Indonesia Genjot Industri Petrokimia Nasional: Kurangi Impor, Tingkatkan Kemandirian

Sejarah baru industri petrokimia Indonesia. Foto: Ist.

Medan-Mediadelegasi: Indonesia terus memperkuat fondasi industri petrokimia nasional sebagai bagian dari strategi meningkatkan kemandirian industri sekaligus menurunkan ketergantungan terhadap impor bahan baku yang terus melonjak dalam beberapa tahun terakhir.

Roadmap Pengembangan Industri Petrokimia 2025–2045 yang disusun Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menunjukkan bahwa sektor ini memiliki peran strategis dalam menopang pertumbuhan berbagai industri hilir, mulai dari plastik, farmasi, kimia dasar, hingga komposit untuk kebutuhan industri penerbangan masa depan.

Dalam lima tahun terakhir, Indonesia masih dibayangi defisit besar pada komoditas petrokimia. Tren ini berlanjut pada 2024 ketika defisit melonjak menjadi 10,5 juta ton dengan nilai sekitar USD 11 miliar. Peningkatan defisit ini menggambarkan betapa besarnya kebutuhan bahan baku yang belum mampu dipenuhi oleh kapasitas produksi dalam negeri.

Bacaan Lainnya

Sekretaris Jenderal INAPLAS, Fajar Budiono, mengungkapkan bahwa kenaikan defisit bahan baku petrokimia bukan hanya menjadi beban bagi industri hulu, tetapi juga menghambat pertumbuhan industri hilir yang membutuhkan pasokan stabil dengan harga kompetitif.

“Kondisi defisit yang kita hadapi setiap tahun menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap impor sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Industri hilir kita tumbuh pesat, sementara kapasitas hulu belum mengikuti. Karena itu, roadmap 2025–2045 menjadi sangat penting sebagai panduan akselerasi pembangunan industri petrokimia nasional,” jelas Fajar.

Roadmap pengembangan yang disusun INAPLAS memetakan empat fase strategis pembangunan industri petrokimia nasional. Pada fase pertama tahun 2025, fokus diarahkan pada pemulihan kapasitas produksi dan penyelesaian proyek kilang seperti RDMP serta pembangunan cracker kedua. Memasuki 2030, Indonesia ditargetkan mencapai kecukupan pasokan melalui pembangunan cracker ketiga, fasilitas GRR baru, pembangunan Condensate Splitter Unit, serta penerapan energi hijau untuk menurunkan ketergantungan impor.

Selanjutnya pada 2035, Indonesia bersiap memasuki fase pengembangan produk bernilai tambah tinggi, termasuk engineering plastic yang menjadi bahan utama komposit untuk industri pesawat masa depan. Pada 2045, tahap akhir roadmap menargetkan terwujudnya integrasi penuh antara kilang dan petrokimia sehingga Indonesia tidak hanya mampu memenuhi seluruh kebutuhan domestik, tetapi juga mengekspor produk akhir bernilai tinggi.

Pos terkait