Secara psikologi, katanya, kondisi anak korban yang kini telah menyandang predikat yatim piatu tersebut sedikit terganggu. Belum lagi satu di antara mereka putus sekolah dan memilih jadi penyadap tuak pascakematian ayahnya yang dibunuh pada 9 Agustus 2020 oleh 6 tersangka.
“Jangan menjadi tidak sekolah, kamu jangan takut nak, negara akan bertanggung jawab untuk itu, yang penting kamu sekolah dan kami akan mengawalnya. Dan jangan berpikiran balas dendam,” ungkap Aris kepada salah satu anak korban yang putus sekolah dan saat ini sedang duduk di bangku SLTP.
Setelah menemui tujuh anak almarhum Rianto Sombolon, Arist Merdeka Sirait beserta rombongan berkunjung ke Mako Polres Samosir di Pangururan.
Di Ruang Aula Mako Polres Samosir, Kapolres Samosir AKBP M Saleh mempertemukan langsung antara lima tersangka yang sudah ditahan dengan Arist Merdeka Sirait.
Dalam pertemuan itu, Aris Merdeka berdialog dengan kelima tersangka. Selain Aris Merdeka, Tim Penasihat Hukum Korban dari Law Office Dwi Ngai Sinaga, Dwi Ngai Sinaga, Rudi Zainal Sihombing, dan Benri Pakpahan turut hadir.
Satu Masih Buron
Arist Merdeka juga mengapresiasi Kinerja Polres Samosir yang menangkap empat tersangka dalam tempo 24 jam pada 9 Agustus 2020 lalu. Lalu disusul penangkapan tersangka ke-lima yakni PS, 24, dari Kampung Rakyat Kabupaten Asahan pada Rabu, 2 September 2020 dinihari.
Menurut Aris, kejahatan ini merupakan kejahatan luar biasa meski didasari berbagai alasan balas dendam. Bagi Aris, membunuh satu orang berarti sama dengan membunuh delapan orang, soalnya ketujuh anak korban kini menjadi yatim piatu dan masih di bawah umur.