Jadi Keanggotaan Demokrat, Akhyar Dicap Ambisius Hingga Pencalonan Ditolak

Medan-Mediadelegasi: Sikap kader PDIP Akhyar Nasution di tengah musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang memilih menjadi keanggotaan Partai Demokrat atau punya keanggotaan ganda di Partai Politik (Parpol), tampaknya membuat PDIP Sumut geram hingga memberikan konsekuensi.

Tak pelak, PDIP Sumut memberikan lebel atau cap bahwa Akhyar Nasution yang juga Plt Walikota Medan itu sebagai sosok yang pragmatis demi berburu ambisi kekuasaan. Bahkan partai besutan Megawati Soekarno Putri di Sumut tersebut akan menjadikan bahan konsolidasi partai.

Tak cuma itu, PDIP Sumut yang kini dinakhodai Djarot Saiful Hidayat itu meyakinkan akan memberikan sanksi, bahkan PDI Perjuangan menolak pencalonan alias tak mengusung Akhyar Nasution dalam musim Pilkada di Kota Medan.   

“Langkah pragmatis yang dilakukan Akhyar Nasution dengan pindah ke Partai Demokrat justru di tempatkan sebagai bagian konsolidasi kader. Artinya akan dijadikan pembelajaran bagi kader agar bersikap teguh,” Kata Plt Ketua PDIP Sumut, Djarot Saiful Hidayat, Sabtu (25/7), di Medan.     

Diterangkan Djarot, konsolidasi partai salahsatunya adalah untuk menguji keteguhan kader, akan terlihat ada kader yang lolos karena memiliki kesabaran revolusioner, namun ada yang gagal karena ambisi kekuasaan. “Yang dilakukan Akhyar Nasution ke Partai Demokrat termasuk golongan yang gagal,”tegasnya.       

Dia menerangkan, berpartai sama dengan bernegara yakni dilandasi oleh ketaatan pada konstitusi dan etika politik. “Kader Partai harus berdisiplin dan berpolitik untuk tujuan yang lebih besar, bukan untuk berburu kekuasaan seperti yang dilakukan Akhyar Nasution,” ulas Djarot.

Oleh karena itu, partai akan memberikan sanksi disiplin terhadap kader PDIP yang menjadi anggota partai lain. “Tidak boleh ada kader yang memiliki keanggotaan ganda dengan Partai lain, dan itu akan diberikan sansksi disiplin,” jelasnya.   

Dia menambahkan, menghadapi Pilkada PDI Perjuangan akan melakukan seleksi yang ketat terhadap calon kepala daerah. “Belajar dari kasus korupsi berjamaah yang dilakukan mantan Gubsu Gatot Pujonugroho yang sebelumnhya diusung PKS. Maka terhadap calon yang memiliki persoalan hukum tidak akan pernah dicalonkan oleh partai,” tandasnya.    

Djarot merinci, terhadap kasus korupsi mantan Walikota Medan Tengku Dzulmi Eldin juga layak dikhawatirkan memiliki konsekuensi korupsi yang berjamaah atau merembet ke yang lain. “Karenanya untuk mengusung calon walikota Medan pada musim Pilkada ini partai harus lebih selektif lagi,” sebutnya.   

Oleh karena itu, lanjut Djarot, dalam keselektifan mengusung calon walikota Medan, PDI Perjuangan punya catatan terhadap Akhyar Nasution yang pernah diperiksa terkait dugaan penyelewengan anggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 tingkat Kota Medan. “Ini jadi pertimbangan penting mengapa partai tak mencalonkan Akhyar,” urainya sembari menambahkan, betapa bahayanya ketika MTQ saja ada dugaan disalahgunakan.

Selain  itu, terang Djarot, menghadadapi Pilkada Kota Medan PDI Perjuangan juga memertimbangkan  posisi Kota Medan sebagai salah satu sentral perekonomian di Sumatera. “Pertimbangan yang komprehensif, strategik, dan obyektif sesuai harapan rakyat, menjadi landasan keputusan Partai,” katanya.  

Kemudian, PDI Perjuangan juga membangun dialog dengan Partai koalisi pendukung Jokowi. “Masuknya Akhyar dengan dukungan dari Partai Demokrat dan kemungkinan dr PKS semakin menunjukkan arah kebenaran koalisi pada Pileg 2024 yang akan datang,” tutup Djarot yang juga Ketua DPP Bid Idiologi dan Kaderisasi. D|Med-41

Pos terkait