Oleh karena itu, partai akan memberikan sanksi disiplin terhadap kader PDIP yang menjadi anggota partai lain. “Tidak boleh ada kader yang memiliki keanggotaan ganda dengan Partai lain, dan itu akan diberikan sansksi disiplin,” jelasnya.
Dia menambahkan, menghadapi Pilkada PDI Perjuangan akan melakukan seleksi yang ketat terhadap calon kepala daerah. “Belajar dari kasus korupsi berjamaah yang dilakukan mantan Gubsu Gatot Pujonugroho yang sebelumnhya diusung PKS. Maka terhadap calon yang memiliki persoalan hukum tidak akan pernah dicalonkan oleh partai,” tandasnya.
Djarot merinci, terhadap kasus korupsi mantan Walikota Medan Tengku Dzulmi Eldin juga layak dikhawatirkan memiliki konsekuensi korupsi yang berjamaah atau merembet ke yang lain. “Karenanya untuk mengusung calon walikota Medan pada musim Pilkada ini partai harus lebih selektif lagi,” sebutnya.
Oleh karena itu, lanjut Djarot, dalam keselektifan mengusung calon walikota Medan, PDI Perjuangan punya catatan terhadap Akhyar Nasution yang pernah diperiksa terkait dugaan penyelewengan anggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 tingkat Kota Medan. “Ini jadi pertimbangan penting mengapa partai tak mencalonkan Akhyar,” urainya sembari menambahkan, betapa bahayanya ketika MTQ saja ada dugaan disalahgunakan.
Selain itu, terang Djarot, menghadadapi Pilkada Kota Medan PDI Perjuangan juga memertimbangkan posisi Kota Medan sebagai salah satu sentral perekonomian di Sumatera. “Pertimbangan yang komprehensif, strategik, dan obyektif sesuai harapan rakyat, menjadi landasan keputusan Partai,” katanya.
Kemudian, PDI Perjuangan juga membangun dialog dengan Partai koalisi pendukung Jokowi. “Masuknya Akhyar dengan dukungan dari Partai Demokrat dan kemungkinan dr PKS semakin menunjukkan arah kebenaran koalisi pada Pileg 2024 yang akan datang,” tutup Djarot yang juga Ketua DPP Bid Idiologi dan Kaderisasi. D|Med-41