Bobby mencontohkan kondisi di Labuhanbatu Utara (Labura), di mana banyak perkebunan besar beroperasi. Kendaraan bertonase besar justru merusak jalan-jalan provinsi, sementara beban perbaikannya ditanggung pemerintah Sumut.
“DBH kita hanya 4 persen saja. Kendaraan mereka melintas, jalan rusak, giliran minta diperbaiki. Ini yang kita alami. Di Kalteng juga ada kebijakan yang sama, di Jawa Barat pun ada. Jadi ini hal yang biasa,” ungkapnya.
Bobby juga meminta seluruh bupati dan wali kota di Sumut untuk mendata ulang kendaraan perusahaan di wilayah masing-masing, serta menginstruksikan koordinasi lintas sektor, mulai dari Dinas Perhubungan hingga kepolisian daerah.
Ia menegaskan bahwa perusahaan yang beroperasi di Sumut harus menggunakan pelat BK atau BB.
Menurut Bobby, mutasi pelat kendaraan dari luar daerah ke Sumut tidak dikenakan biaya apa pun.
Karena itu, ia mempertanyakan alasan perusahaan enggan mendaftarkan kendaraannya di Sumut. “Padahal untuk mutasi dari pelat luar ke BK gratis, tidak ada biaya sama sekali. Jadi apa alasannya perusahaan tidak mau mengubah pelat kendaraannya?” tanya Bobby.
Bobby berpendapat bahwa kebijakan ini justru menjadi solusi untuk meningkatkan PAD tanpa menambah beban masyarakat dengan pajak baru.
“Kita semua tahu, masyarakat selalu mengeluh soal infrastruktur. Nah, ini ada potensi yang bisa dimaksimalkan tanpa menambah beban.
Pajaknya normal saja, yang kita minta hanya kesadaran perusahaan untuk bayar di sini. Kalau di daerah lain, enggak ada ribut-ribut begini,” pungkasnya.
Perbedaan utama dari versi sebelumnya adalah penyesuaian format menjadi berita dengan gaya penulisan yang lebih formal dan terstruktur.
Selain itu, isi berita lebih ditekankan pada kronologi kejadian dan pernyataan dari berbagai pihak terkait, serta penambahan detail untuk memenuhi jumlah paragraf yang diminta. D|Red.
Baca artikel menarik lainnya dari
mediadelegasi.id di GOOGLE NEWS.






