Robert Tua Siregar: Pemerintah Harus Buat Inovasi Kebijakan

Robert Tua Siregar: Pemerintah Harus Buat Inovasi Kebijakan
Robert Tua Siregar PhD, Dosen Magister Study Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU) menyarankan pemerintah membuat inovasi kebijakan pascakenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), 3 September 2022 barusan. Foto: D|mas

Medan-Mediadelegasi: Robert Tua Siregar PhD, Dosen Magister Study Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU) menyarankan pemerintah membuat inovasi kebijakan pascakenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), 3 September 2022 barusan.

“Dalam jangka panjang, kenaikan harga BBM bisa merangsang inovasi dan memaksa transisi untuk beralih pada energy alternatif yang lebih murah atau ada perencanaan perjalanan. Namun dalam jangka pendek, berdampak berat bagi masyarakat kelas bawah dan menengah yang bergantung pada transportasi saat melakukan aktivitas sehari-harinya, akan berimbas pada biaya pengeluaran,” papar Robert Tua Siregar, kepada Mediadelegasi, Kamis (9/9), di Medan.

Robert Tua Siregar, Specialist Development Planning Area dan Kepala LPPM/Ketua Prodi Magister Ilmu Manajemen STIE Sultan Agung ini berpendapat, pemerintah terpaksa mengambil langkah menaikkan BBM tersebut setelah menghitung semua risiko.

Bacaan Lainnya

Sontak saja, katanya, masyarakat dari berbagai kalangan seketika gusar dan menyampaikan protes lewat berbagai media,  kebijakan dan aksi. “Kenaikan harga BBM akan menciptakan efek berantai dan menyebabkan naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat. Dampaknya Indonesia bisa terancam stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja,” ujarnya.

Menurutnya, BBM bukan sekadar harga energy dan spesifik biaya transportasi kendaraan pribadi yang naik, tapi juga ke hampir semua sektor terdampak. Kebijakan memang telah dibuat melalui Kementerian Keuangan memastikan bantuan sosial (bansos) sebagai bantalan bagi masyarakat yang terimbas kenaikan harga BBM cair mulai pekan ini. Jenisnya adalah bantuan langsung tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU).

“BLT BBM dan BSU merupakan dua bantuan berbeda dengan target penerima yang berbeda pula. Namun Data orang rentan miskin ini sangat mungkin tidak tercover dalam BLT BBM karena adanya penambahan orang miskin pascakebijakan BBM subsidi naik,” urainya.

Menurut Robert Tua Siregar, melalui SE Mendagri Nomor 500/4825/SJ 19 Agustus 2022, Dana Desa maksimal 30% yang digunakan untuk Bansos bagi masyarakat yang terdampak Inflasi. Terkait penggunaan Dana Desa ini juga sudah dilegalkan melalui Kepmendesa No 97/2022 tentang Pengendalian Inflasi dan Dampak Inflasi Daerah pada Tingkat Desa. Kegiatan yang bisa dilakukan misalnya kegiatan swakelola, Padat Karya Tunai Desa, BLT maupun transformasi BUMDes.

Pemerintah Daerah juga akan mengalokasikan 2% dari dana transfer umum atau Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil dalam bentuk subsidi transportasi. Pelaku usaha berharap agar berbagai bansos dan subsidi yang akan didistribusikan Pemerintah harus tepat waktu dan tepat sasaran.

Robert Tua yang juga Dosen Program Doktor Universitas Prima Indonesia Medan dan Ketua Forum DAS Asahan Toba ini berharap, jangan sampai ada lagi warga yang menerima yang bukan haknya. Untuk itu diperlukan data yang akurat dan pengawasan yang tepat. Ada tiga kebijakan bantalan sosial yang disiapkan Presiden RI. Pertama, pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) oleh Kemensos sebesar Rp150.000 empat kali kepada KPM.

Kedua, Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp600.000 kepada pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5juta/bulan. Ketiga, dukungan Pemda 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) yakni DAU dan DBH untuk subsidi seKtor transportasi, antara lain angkutan umum, ojek, dan nelayan, serta untuk perlindungan sosial tambahan. “Namun jika kita melihat ke depan, kebijakan BLT ini hanya obat bius sementara dalam istilah pesakitan,” kata Robert.

Untuk itu, menurutnya, skema dukungan anggaran 2% DTU, Pemerintah Daerah juga bisa menggunakan dana reguler APBD berupa Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk kepentingan pengendalian inflasi daerah. Pemerintah akan memberikan bantuan tunai kepada masyarakat miskin untuk meredam pukulan tersebut, proses pemulihan ekonomi kita berjalan baik, produktivitas dan geliat ekonomi tumbuh positif dan konsumsi rumah tangga masih terjaga dengan baik. Momentum dan kondisi ini harus kita jaga bersama. Mari kita ciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif agar calon investor tidak ragu masuk ke Indonesia.

Dia juga menyerankan, sebagai langkah awal pengendalian Inflasi tingkat kabupaten/kota, agar Dinperindag untuk memantau adanya kenaikan harga komoditas. Perlu ada update informasi harga-harga kebutuhan pokok yang naik. Supaya nanti intervensi kita bisa pas.

“Kalau memang semuanya naik, ya mau tidak mau kita harus menyalurkan BLT. Akan tetapi kalau hanya beberapa komoditi, dicarikan solusi apakah operasi pasar dan sebagainya. Perlunya update data tingkat inflasi daerah melalui BI perlu kordinasi intens dengan daerah,” ujarnya.

Selain itu, katanya, pemerintah daerah yakin gejolak kenaikan harga BBM dapat ditekan dengan subsidi transportasi daerah yang merupakan pengalihan 2 persen dana alokasi umum (DAU) dan dana bagihasil (DBH) yang ditujukan untuk pengemudi ojek dan nelayan serta tambahan perlindungan sosial lainnya.

Kenaikan harga BBM tentu berdampak bagi seluruh masyarakat dan sektor produksi. Pemerintah Dearah harus fokus pada masyarakat tidak mampu sehingga bisa member perlindungan sosial yang lebih efektif kepada kelompok masyarakat rentan akibat perubahan harga BBM meski dalam jangka pendek. Inovasi Pemerintah daerah bagi pelaku usaha konkrit yang menimbulkan penurunan tingkat inflasi dan kebijakan perlakuan tarif angkutan umum pascakenaikan harga BBM, kalangan umum dan pelajar.

Pemerintah daerah juga sudah harus melakukan menaikkan skema pembangunan dukungan program dan anggaran terhadap pelaku usaha UMKM, agar meningkatkan daya beli dan daya jual. Usaha home industry dengan menyesuaikan kebutuhan dan bahan baku lokal yang ada pada setiap daerah.

“Tentunya Pemerintah daerah juga harus sudah mengubah pola lama untuk serapan anggaran yang selama ini terkesan ditahan, misalnya proses pelaksanaan pembangunan fisik yang durasi waktu hanya dominan dari Oktober sampai Desember, ada apa?”, katanya.

Solusi yang mungkin bisa dilakukan, kata Robert, adalah meningkatkan kualitas maupun kuantitas layanan transportasi publik dan mematok harga yang tidak terlalu mahal. D|Red-06

Pos terkait