Tolak RUU Penyiaran: Ada Upaya Bungkam Kebebasan Pers

koalisi-masyarakat-dan-pers-surabaya-aksi-tolak-ruu-penyiaran

“Kalau dulu Orde Baru menggunakan militer dan aparatus keamanan sebagai alat untuk membungkam, nah hari ini metode berubah dengan kemudian membatasi ruang gerak melalui undang-undang,” ucap dia.

Ia juga menduga RUU Penyiaran bakal jadi alat penguasa untuk melanggengkan upaya-upaya impunitas terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.

“Jadi dengan adanya revisi UU Penyiaran ini yang kemudian isinya melarang jurnalisme investigasi dan sebagainya, ini kan upaya-upaya agar masyarakat tidak kritis terhadap pemerintah,” pungkasnya.

Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) Tolak RUU Penyiaran Surabaya sendiri terdiri dari, Perwarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jatim, KontraS Surabaya, LBH Lentera, LBH Surabaya, Aksi Kamisan Surabaya, PPMI DK Surabaya dan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).

Berikut pernyataan sikap Koalisi Masyarakat dan Pers (KOMPERS) Tolak RUU Penyiaran:

* Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik;

* Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia;

* Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat;

* Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers;

* Mendorong jurnalis untuk bekerja secara profesional dan menjalankan fungsinya sesuai kode etik, untuk memenuhi hak-hak publik atas informasi;

* Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers. Agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers;

Sementara, di Bali, jurnalis dari berbagai organisasi juga menggelar aksi serupa di Kantor DPRD Provinsi Bali. Mereka sepakat menolak Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran yang dianggap kontroversial dan mencederai kemerdekaan pers.
Mereka melakukan aksi damai merupakan jurnalis dari berbagai perusahaan media, baik lokal, nasional, dan internasional serta berbagai organisasi, di antaranya Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Bali, Frontier Bali, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Denpasar, dan para mahasiswa di Bali.

Dalam aksinya, massa membawa spanduk dengan tulisan ‘Tolak RUU Penyiaran’ dan sejumlah poster bertuliskan protes lainnya.

Massa juga mendatangi Kantor DPRD Provinsi Bali. Saat memasuki gerbang Kantor DPRD lalu para jurnalis dengan kompak berjalan mundur sebagai tanda bahwa dengan adanya RUU Penyiaran, maka demokrasi berjalan mundur, dan ketika mendekati lobi Kantor DPRD Bali mereka berjalan jongkok yang menandakan bahwa otak DPR RI jongkok jika mengesahkan RUU Penyiaran tersebut.

Koordinator Advokasi AJI Denpasar, Yoyo Raharyo menilai adanya pelarangan jurnalisme investigasi merupakan kesalahan cara berpikir, karena jurnalisme investigasi itu merupakan bagian dari jurnalisme.D|Red

Pos terkait