Deliserdang-Mediadelegasi: Rantaupanjang, Kecamatan Pantailabu, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara bukan saja kawasan pemukiman warga yang berpenghasilan sebagai nelayan. Bagi Syaiful Azmi lebih fokus untuk bertanam melon.
Perkampungan padat penduduk di bibir pantai Selat Malaka itu juga menjadikan pertanian sebagai sumber penghidupan keluarga.
Kawasan Timur Laut Bandara Kualanamo Internasional itu memiliki penghasilan ganda. “Kalau tak pergi melaut, sebagian warga mengisi waktu untuk berladang,” kata Saiful Azmi, mantan Sekretaris Desa Rantaupanjang ini kepada Mediadelegasi, Kamis (17/7).
Saiful Azmi berbeda dengan sebagaian besar warga Rantaupanjang. Dia memang tidak pernah diajari mendiang ayahnya untuk mencari makan ke laut. “Setelah tak aktif lagi mengurusi administrasi Kantor Desa, saya berladang,” katanya sambil memposisikan buah melon di kebunnya.
Kiri-kanan Jalan Lintas Dusun Kandis Desa Rantaupanjang menuju Pantailabu merupakan areal pertanian desa itu. Di antara hamparan persawah tadah hujan ratusan hektar itu, Syaiful Azmi memanfaatkan lahan sesuai dengan potensinya.
“Yang daratan saya manfaatkan untuk bertanam mentimun, cabai dan melon. Sedangkan permukaan lembah saya petak untuk ditanami padi sawah,” ujar Syaiful.
Melon Buah Super
Menurut Syaiful, bertanam melon jauh lebih untung ketimbang mentimun. Pasalnya, urai Syaiful, melon bibitnya saja sangat mahal. Rp230 ribu perbungkus, bibit untuk lahan setengah rante dengan pola tanam merambat di tanah, dan satu rante untuk tanaman melon menggunakan jalaran vertikal.
Cerita Syaiful, jika buah si hijau dan si kuning ini hendak dijual eceran dia akan menanamnya secara merambat. Hasil dengan pola tanam membiarkan merambat buahnya tidak besar, paling besar seberat 1 Kg. Sedangkan dengan pola tanam dengan jalaran vertikal perbuah bisa mencapai 2kg lebih.
“Pembeli dengan cara borongan partai besar lebih menginginkan buah besar berstandar super. Kami tolak dengan harga Rp7 ribu hingga Rp8 ribu perKg,” katanya.
Dia juga mengungkapkan, umur melon sejak tanam hingga panen hanya 70 hari. “Yang merambat di tanah, buahnya paling banyak lima dan yang super hanya satu. Yang dibuat jalaran vertikal, buahnya memang hanya empat tapi super semua. Ini lebih untung,” ujarnya.
Namun menurut Syaiful, perawatan tanaman melon harus ekstra pengamatan dan memerlukan modal besar. Mulai dari pembelian bibit, penyemprotan hama hingga pemupukan. “Hama yang paling mengerikan itu bukan cuma ulat, tapi maling yang nekad memanen pada malam hari,” katanya seraya mengatakan, pada jelang panen, dia harus menginap di gubuk ladangnya menjaga kebunnya.
Selain melon, Syaiful juga menanam mentimun. Tanaman ini juga katanya cukup membantu perekonomian keluarga. Mentimun bisa dia jual borong seharga Rp3 ribu perKg, dengan periode panen setiap dua hari.
Belakangan kata Syaiful, permintaan pasar terhadap ketersediaan melon dan mentimun cukup besar. “Mungkin karena isu, melon dapat menjadi sumber vitamin yang dapat memelihara imun tubuh dari serangan Covid-19,” katanya.
Namun begitu, dia tidak begitu berambisi untuk memperluas areal tanam. “Ya… prospek memang, tapi kemampuan saya juga terbatas. Lebih baik semampunya saja dengan hasil panen sesuai harapan, daripada areal diperluas, akhirnya tanaman tak terurus secara baik,” ujarnya. D|Red-02