Jakarta-Mediadelegasi: Masalah Pers Nasional seakan tiada habisnya. Selain adanya dugaan praktik monopoli anggaran publikasi oleh Media-media Aliansi Dewan Pers di Pemerintahan dan swasta, kini muncul dugaan skandal korupsi dana UKW di PWI Pusat yang bersumber dari BUMN atas persetujuan Presiden RI, Joko Widodo. Anehnya, kejadian ini terjadi di tubuh organisasi konstituen Dewan Pers sendiri. 15/04/2024.
Selain itu, masalah krusial lainnya adalah, hampir mencapai 3 Dekade atau dasawarsa, istilah dan pemberlakuan Konstituen Dewan Pers secara langsung atau tidak langsung telah berdampak merugikan ribuan wartawan dan Perusahaan Pers di Daerah di seluruh Indonesia.
Hal ini di nilai menyalahi dari sisi implementasi aturan perundang-undangan yang berlaku, karena labelisasi konstituen Dewan Pers terhadap beberapa organisasi Pers di Indonesia dan non konstituen Dewan Pers terhadap beberapa organisasi Pers lainnya merupakan bentuk diskriminasi dan ketidakadilan bahkan bentuk lain dari pembunuhan karakter wartawan dan perusahaan Pers serta Organisasi Pers yang sudah resmi berbadan hukum, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (PPDI) Feri Sibarani, SH, MH di Pekanbaru hari ini.
, “Sepertinya pemberlakuan soal Konstituen Dewan Pers dan non konstituen Dewan Pers terhadap sejumlah organisasi Pers di Indonesia ini sudah pada tahap memasuki permasalahan serius. Ini tidak boleh dibiarkan. Dan kami dari PPDI resmi meminta kepada Presiden RI, Joko Widodo, agar segera memanggil Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, untuk mempertanyakan apa dasar hukum penyematan istilah Konstituen Dewan Pers dan Non Konstituen Dewan Pers terhadap sejumlah organisasi Pers di Indonesia, ” Terang Feri Sibarani.
Ditambahkan olehnya, Presiden Joko Widodo agar dalam waktu dekat bersedia memanggil Ketua Dewan Pers Terkait Konstituen tersebut, karena dapat menjadi bahaya laten dalam kehidupan Pers Indonesia, yang seharusnya Merdeka dalam melakukan operasionalnya untuk mengembangkan institusi Pers dalam rangka kepentingan Perusahaan Pers dan Mewujudkan Kedaulatan Rakyat sesuai dengan semangat perubahan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Alasan PPDI dan sejumlah besar wartawan dan Perusahaan Pers di daerah mempertanyakan soal istilah tersebut dikarenakan, adanya bentuk kerugian yang nyata dan potensi kerugian berlanjut dengan perkiraan tak terhingga, secara ekonomi, karena pada praktiknya Pemerintah dan pihak swasta di Indonesia kerap menjadikan status Konstituen Dewan Pers itu sebagai tolok ukur untuk bermitra dengan organisasi Pers secara profesional yang bertujuan saling menguntungkan.
, “Dewan Pers harus bertanggung jawab secara hukum atas pemberian status Konstituen Dewan Pers dan Non Konstituen Dewan Pers terhadap organisasi Pers di Indonesia. Penggiringan istilah Konstituen Dewan Pers itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Secara prinsip-prinsip hukum di Negara Indonesia, dalam rangka apapun, dan konteks apapun sangat tidak dibenarkan adanya perlakuan diskriminasi dan ketidakadilan yang berdampak merugikan hak-hak setiap orang. Hal itu jelas bertentangan dengan konsep bernegara yang disepakati di Indonesia dan norma-norma yang tercantum dalam falsafah Pancasila dan UUD 1945,” Kata Feri Sibarani.