Medan-Mediadelegasi: Lembaga Bantuan Hukum Partai Solidaritas Indonesia (LBH PSI) menemukan kejanggalan dalam kasus meninggalnya seorang anak berinisial MRA di Medan yang diduga akibat digigit anjing Bogel milik Eva Donna Sinulingga alias Donna pada 13 Juni 2021 lalu.
“LBH PSI menemukan kejanggalan baru. Tanggal 11 Juni 2021 Polsek Medan Tuntungan membuat laporan polisi dan meminta visum di tanggal yang sama atas bengkak/memar pada paha kanan korban. Lalu 13 Juni 2021 penyidik minta visum kedua,” kata Direktur LBH PSI Francine Widjojo selaku kuasa hukum Eva Donna Sinulingga, kepada pers di Medan, Rabu (27/9).
Sebagaimana diinformasikan, anjing Bogel milik Eva Donna Sinulingga dituduh menggigit anak tetangganya berinisial MRA (1,5) pada 10 Juni 2021. Kemudian gigitan anjing itu disangkakan menularkan rabies yang dikaitkan dengan meninggalnya MRA pada 13 Juni 2021.
Akibat peristiwa itu, Donna dijadikan tersangka berdasarkan Pasal 360 dan/atau Pasal 359 KUH Pidana yang diancam pidana penjara 5 tahun.
Francine menjelaskan, dari penelusuran LBH PSI ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan Dinas Kesehatan Kota Medan, tidak ada tercatat kasus meninggalnya seorang anak berinisial MRA akibat rabies pada Juni 2021.
Di area luka yang sama dinyatakan sebagai luka lecet diameter 4 cm dalam visum, bukan luka bekas gigitan hewan.
“Luka lecet penyebabnya akibat benda tumpul,” ujarnya.
Berdasarkan data laporan berkala yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Sumut dan Kota Medan ke Kementerian Kesehatan, menurut dia, selama Juni 2021 tidak ada Hewan Penular Rabies (HPR) yang positif rabies di Kota Medan, termasuk pada periode yang sama tidak ada laporan yang menyebutkan bahwa nama bocah berinisial MRA meninggal akibat rabies.
“Hasil lab patologi anatomik dengan kesimpulan menyokong rabies sampai saat ini tidak dijadikan bukti dengan alasan rekam medis pasien,” tambahnya.
Padahal dalam Permenkes Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis disebutkan bahwa pembukaan isi rekam medis atas permintaan aparat penegak hukum diperbolehkan untuk penegakan hukum.
Dalam persidangan di PN Medan, pihaknyasudah beberapa kali meminta surat penetapan penyitaannya, namun belum dikabulkan Majelis Hakim.
Ia menyebut, laporan yang tercatat di dalam dokumen rekam medis dinilai dapat dijadikan bukti di pengadilan, karena rabies merupakan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, sehingga harus dibuktikan dengan ditemukan tanda pasti negri bodis pada hippocampus.
Rabies adalah penyakit zoonosis prioritas yang wajib dilaporkan dan ditangani terpadu oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan, namun mati lemas karena penyakit rabies dalam visum RS Bhayangkara Tk II Medan tidak pernah dilaporkan dan dicatat sebagai kasus rabies di Kemenkes.
“Kementan melalui Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan sudah melakukan observasi selama 16 hari (10-25 Juni 2021) dan menyatakan anjing Bogel bebas observasi penyakit menular rabies lalu memberikan vaksin anti Rabies pada 25 Juni 2021, dan anjingnya masih hidup hingga saat ini,” paparnya.
Pada 19 Desember 2022, lanjut Francine, anjing Bogel milik kliennya itu juga telah diberi vaksin anti rabies.
“Kami berpendapat, banyak kejanggalan dalam proses pemeriksaan kasus ini. Dengan ditahannya klien kami di tengah proses persidangan seolah Majelis Hakim berkeyakinan korban meninggal dunia karena rabies. Sementara kami berkeyakinan anjing Bogel tersebut tidak menggigit dan tidak terbukti mengidap rabies,” tuturnya. D|Red