“Saat kita mengunjungi dan meninjau sebuah proyek pembangunan jalan, jembatan dan lainnya, maka seharusnya ada plank yang menjelaskan sumber pembiayaannya. Luasnya jelas, peruntukannya jelas. Tapi pada saat kita turun ke sana, itu tidak ada!,” ungkap Syahrul penuh keheranan.
Yang kedua, lanjutnya, harus ada izin yang jelas terkait penambangan bebatuan di lokasi tersebut.
“Kemudian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga harus proaktif, karena ini kerusakannya (lingkungan, red) sungguh luar biasa. Karena 20-30 tahun ke depan, ini akan menjadi bumerang,” katanya.
Proses Hukum
Syahrul kemudian menegaskan, sesuai Permen No. 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup, masyarakat setempat juga harus dilibatkan dalam penilaian terhadap kerusakan lingkungan hidup.
“Kalau masyarakat setempat justru tidak dilibatkan terkait amdal, maka hal itu patut dipertanyakan.Dan kalau memang izinnya tidak lengkap, saya meminta agar kegiatan itu ditutup saja, demi kemashalatan masa depan anak-anak bangsa!,” tegasnya.
Usai RDP, menjawab pertanyaan wartawan, Ketua DPD KoMPaS Samosir Rokhiman Parhusip, mengatakan ia meminta DPRD Sumut untuk merekomendasikan kepada Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) agar menutup kegiatan tersebut, karena merusak lingkungan hidup.
“Dan juga meminta DPRD Sumut untuk merekomendasikan ke penegak hukum agar ditindaklajuti proses hukumnya,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B, yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Mangapul Purba SE, mengatakan Komisi B DPRD Sumut telah menstanvaskan dan menghentikan kegiatan di Simpang Gotting, Desa Turpuk, saat Komisi B melakukan peninjauan pada 10 Juni 2022 lalu.
“Melalui RDP hari ini, kita ingin melakukan klarifikasi dengan semua pihak terkait masalah ini, mulai dari aspek perencanaan hingga analisis dampak lingkungan terhadap kegiatan pengerukan,” kata Mangapul Purba.