Jakarta-Mediadelegasi: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa pengembangan bioetanol di Indonesia mengalami hambatan karena dikenakan cukai, meskipun digunakan sebagai campuran bahan bakar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyatakan bahwa target penggunaan bioetanol sebagai campuran bahan bakar sebesar 20% (E20) pada tahun 2025 sulit tercapai karena masalah cukai.
Eniya menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) telah menetapkan bahwa cukai hanya dikenakan pada minuman beralkohol, namun persoalan muncul pada klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) yang masih berbelit-belit. Oleh karena itu, perlu dilakukan klarifikasi pada nomor KBLI untuk memastikan bahwa bioetanol sebagai campuran bahan bakar tidak dikenakan cukai.
Pengembangan bioetanol sebagai energi terbarukan diharapkan dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan kemandirian energi Indonesia. Namun, hambatan cukai ini perlu segera diatasi agar target penggunaan bioetanol dapat tercapai dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.
Eniya menambahkan bahwa pemerintah perlu mengevaluasi regulasi yang ada untuk memastikan bahwa pengembangan bioetanol dapat berjalan lancar. Dengan demikian, target penggunaan bioetanol sebagai campuran bahan bakar dapat tercapai dan Indonesia dapat menjadi lebih mandiri dalam hal energi.
Kementerian ESDM berharap bahwa dengan adanya klarifikasi pada nomor KBLI, pengembangan bioetanol dapat berjalan lancar dan target penggunaan bioetanol sebagai campuran bahan bakar dapat tercapai. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kemandirian energi Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.