Medan-Mediadelegasi : Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memulai pekan ini dengan pergerakan yang cenderung melemah. Pelemahan ini sebagian besar dipicu oleh sentimen eksternal, terutama antisipasi pasar terhadap kebijakan yang akan diambil oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed). Pada pembukaan perdagangan Senin, 15 September 2025, rupiah tercatat melemah 33,50 poin atau 0,20 persen, berada di level Rp 16.408 per dolar AS, turun dari posisi sebelumnya di Rp 16.375 per dolar AS.
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, memproyeksikan pergerakan rupiah akan lebih banyak konsolidasi atau mendatar hari ini. Hal ini disebabkan oleh kehati-hatian pelaku pasar yang bersikap wait and see (menunggu dan melihat) menjelang pengumuman penting dari The Fed. Menurut Lukman, tidak ada data ekonomi penting yang dirilis baik dari dalam negeri maupun AS pada hari ini, sehingga pergerakan rupiah cenderung terbatas dengan potensi pelemahan yang minimal akibat adanya rebound pada dolar AS.
Fokus utama pelaku pasar saat ini tertuju pada serangkaian pertemuan bank sentral yang dijadwalkan pekan ini. Lukman menekankan bahwa investor sedang mencermati hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) serta pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed. Berbagai keputusan yang akan diambil oleh bank-bank sentral ini memiliki potensi besar untuk mempengaruhi arah pergerakan mata uang global, termasuk rupiah.
Lukman memperkirakan bahwa selama perdagangan hari ini, rupiah akan bergerak dalam kisaran yang relatif sempit, yaitu antara Rp 16.350 hingga Rp 16.450 per dolar AS. Prediksi ini didasarkan pada minimnya sentimen pendorong yang kuat, sehingga pergerakan mata uang cenderung stabil di level tersebut.
Adapun The Fed akan menyelenggarakan pertemuan FOMC pada tanggal 16-17 September 2025. Konsensus pasar memproyeksikan The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Jika ini terjadi, suku bunga Fed Fund Rate akan turun dari 4,25-4,50 persen menjadi 4,0-4,25 persen. Pemangkasan ini diyakini dapat meredakan tekanan terhadap mata uang rupiah.
Namun, Lukman mengingatkan bahwa potensi penguatan rupiah pasca-pemangkasan suku bunga oleh The Fed tidak akan terlalu signifikan. Hal ini karena pelaku pasar sudah mengantisipasi keputusan ini jauh-jauh hari. Penguatan signifikan baru akan terjadi jika The Fed bersikap lebih dovish dari yang diharapkan atau melakukan pemangkasan suku bunga yang lebih besar, misalnya 50 bps.
Selain The Fed, beberapa bank sentral dunia lainnya juga akan mengadakan pertemuan kebijakan moneter pekan ini. Di antaranya adalah Bank of Japan (BoJ), Bank of England (BoE), dan Bank of Canada. Keputusan yang diambil oleh bank-bank sentral ini juga akan menjadi pertimbangan bagi pelaku pasar global dan dapat turut mempengaruhi sentimen terhadap rupiah.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16-17 September. Sebagian besar ekonom memproyeksikan BI akan mempertahankan BI Rate di level 5 persen. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan stabilitas ekonomi domestik dan upaya untuk menjaga inflasi tetap terkendali.
Lebih dari sekadar keputusan pemangkasan suku bunga, pelaku pasar juga menantikan pidato yang akan disampaikan oleh Ketua The Fed, Jerome Powell. Lukman menjelaskan bahwa investor sudah hampir yakin akan adanya pemangkasan 25 bps. Oleh karena itu, fokus mereka lebih pada nada dan isyarat yang disampaikan Powell mengenai arah kebijakan moneter The Fed di masa depan, seberapa dovish pidatonya akan memicu reaksi pasar yang lebih besar.






