“Ini aneh, Direktur Keuangan dan Komisaris Utama PSU bilang kalau perusahaan rugi, sehingga tidak bisa bayarkan hak purna tugas Wilson Silaen. Sementara dia berhenti tugas dari PT PSU itu tahun 2016 dan saat itu PT PSU mengalami keuntungan dari pengelolaan hasil perkembunan,” kata Syahrul yang juga anggota Komisi C DPRD Sumut.
Syahrul mengatakan, selama ini Wilson Silaen hanya menerima haknya sekitar 9 bulan dari 30 bulan dengan nilai nominal lebih kurang Rp170 juta, sedangkan kekurangannya diperhitungkan Rp437 juta.
“Parahnya, dengan dalil hasil RUPS PT PSU Tahun 2019 itu, PT PSU malah meminta kembali agar Wilson Silaen mengembalikan Rp170 juta itu ke perusahaan. Sementara pada Rapat di Komisi C yang dihadiri Dinas Ketenagakerjaan dan Biro Hukum, jelas dikatakan bahwa RUPS PT PSU tersebut sesat karena memaksakan aturan berlaku tahun mundur, sehingga merugikan Wilson Silaen dan karyawan lainnya.
Menurut Syahrul, harusnya RUPS tahun 2015 lah yang jadi landasan PT PSU dalam pemberian hak purna tugas Wilson Silaen dengan hitungan 30 bulan gaji dan hak hak lainnya. Lanjutnya, dengan tidak di tunaikannya hak Wilson Silaen tersebut PT PSU dinilai melanggaar peraturan perundang-undangan UU 13/2003 jo. UU 11/2020 dan PP 36/2021. D|Red