Yusril: Perjanjian Helsinki Tak Bisa Jadi Rujukan Sengketa 4 Pulau

Yusril: Perjanjian Helsinki Tak Bisa Jadi Rujukan Status Empat Pulau Sengketa Aceh-Sumut. (Foto : Ist.)

Jakarta-Mediadelegasi : Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan perjanjian Helsinki tidak bisa dijadikan rujukan untuk menentukan kepemilikan empat pulau yang kini menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara. Empat pulau tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.

Yusril menjelaskan Undang-undang pembentukan Provinsi Aceh Tahun 1956 tidak menentukan status empat pulau milik Aceh yang baru saja ditetapkan masuk Sumatera Utara oleh Kementerian Dalam Negeri. “Undang-undang pembentukan Provinsi Aceh Tahun 1956 itu tidak menyebutkan status empat pulau itu ya, bahwa Provinsi Aceh terdiri atas ini, ini, ini ya, tapi mengenai tapak batas wilayah itu belum,” terang Yusril.

Menurut Yusril, tapak batas wilayah muncul setelah zaman reformasi dengan adanya pemekaran provinsi, kabupaten, dan kota. “Maka banyaklah timbul permasalahan itu, tapi satu demi satu dapat diselesaikan ya,” ungkap Yusril.

Pernyataan Yusril ini sekaligus membantah penjelasan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pekan lalu. JK dalam konferensi pers di kediamannya, Jakarta, Jumat pekan lalu, meyinggung poin-poin perjanjian Helsinki terkait sengketa 4 pulau.

Yusril mengaku akan berbicara dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam waktu dekat untuk membahas sengketa ini. Ia berharap kedua gubernur dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik.

Sengketa empat pulau ini bermula dari Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Keputusan ini menetapkan empat pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Namun, Yusril menegaskan bahwa pemberian kode pulau melalui Kepmendagri belum berarti keputusan yang menentukan pulau-pulau itu masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Penentuan batas wilayah daerah harus dituangkan dalam bentuk Permendagri.

Yusril meminta para politisi, akademisi, ulama, aktivis, dan tokoh masyarakat untuk menyikapi permasalahan ini dengan tenang dan penuh kesabaran. “Pemerintah Pusat sampai hari ini belum mengambil keputusan final mengenai status empat pulau itu masuk ke wilayah Provinsi Aceh atau Sumatera Utara,” terang Yusril.

Dalam menentukan batas wilayah, Yusril mengatakan bahwa faktor kedekatan geografis bukan satu-satunya ukuran. Ia memberikan contoh Pulau Natuna, Pulau Miangas, dan Pulau Pasir.

Secara geografis, Pulau Natuna lebih dekat dengan Sabah Malaysia daripada Kalimantan Barat atau Kepulauan Riau. Namun, sejak zaman kesultanan Melayu dan penjajahan Belanda, Natuna adalah wilayah Hindia Belanda, bukan wilayah British Malaya.

Yusril berharap bahwa sengketa empat pulau ini dapat diselesaikan dengan baik dan tidak menimbulkan konflik yang lebih besar. Ia juga berharap bahwa pemerintah daerah dapat bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini.

Pos terkait