Mewakili Indonesia, Mahasiswa USD dan ATMI Surakarta Beraudiensi dengan Paus Fransiskus

Mewakili Indonesia, Mahasiswa USD dan ATMI Surakarta Beraudiensi dengan Paus Fransiskus

Jakarta-Mediadelegasi: USD- Kamis, 20 Juni 2024, Maria Anita, mahasiswa Magister Psikologi USD dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta) berkesempatan mewakili Indonesia untuk melakukan audiensi dengan Paus Fransiskus dalam program “Building Bridges Across Asia Pacific”. Program yang diinisiasi oleh Loyola University Chicago ini mempertemukan Paus Fransikus dengan para mahasiswa di Asia Pasifik secara daring untuk membicarakan tentang tantangan yang dihadapi orang muda dan gereja di dunia modern.

Acara dialog ini berlangsung pada Kamis, 20 Juni 2024 pukul 19.00 WIB dan merupakan bagian dari serangkaian kegiatan “Building Bridges Initiative”. Dialog ini pertama kali diinisiasi oleh Loyola University Chicago pada tahun 2022, sebagai respons terhadap panggilan sinodal Paus untuk sinodalitas yang mempromosikan dialog lintas budaya dan lintas iman.

Mahasiswa dari berbagai universitas di Filipina, Australia, Selandia Baru, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Indonesia berkesempatan melakukan dialog dengan Bapa Suci. Paus juga menyambut partisipasi dari mahasiswa-mahasiswa dari Singapura, Timor Leste, dan Papua Nugini, negara-negara yang akan dikunjunginya September mendatang.

Persiapan audiensi dengan Paus Fransiskus dilakukan selama satu bulan. Indonesia masuk dalam satu regio bersama dengan Timor Leste dan Singapura. Dua mahasiswa di regio ini diwakili oleh Maria Anita (Magister Psikologi USD) dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta). Dalam persiapan audiensi ini, keduanya dibimbing para fasilitator Indonesia, yaitu Romo Heri Setyawan, SJ, (dosen Sejarah USD) dan Romo Lucianus Suharjanto, SJ (dosen Pendidikan Bahasa Inggris USD).

Dalam kesempatan audiensi bersama Paus Fransiskus pada Kamis yang lalu, Maria Anita menyampaikan masalah interfaith relationship dan mental health yang saat ini makin marak terjadi di Indonesia.

”Generasi muda di Indonesia menghadapi dilema interfaith relationship, antara meninggalkan Gereja atau membangun keluarga dengan latar belakang agama berbeda. Oleh karenanya dibutuhkan bimbingan Gereja untuk pembentukan iman yang sesuai dengan perkembangan kehidupan dan konteks interfaith dan interreligious,” ungkapnya.

Sementara Helen Vyanessa Ribca Oroh menyampaikan keprihatinan bagaimana teknologi dan sosial media bisa menjadi tempat yang aman untuk berbagi dan saling mendukung dalam masyarakat.

“Orang muda mempunyai keprihatinan bagaimana membangun teknologi yang mampu mendorong mereka untuk tetap aktif dan bertumbuh dalam iman, di komunitas basis gereja yang terbuka. Selain itu orang muda berharap media sosial dapat menjadi wadah komunikasi antar masyarakat untuk membangun rasa kebersamaan dan menguatkan masyarakat,” tuturnya.

Maria dan Helen juga mengungkapkan keprihatinan tentang masalah kesehatan mental orang muda. Mereka berharap Gereja dapat merespons dan memberikan dukungan untuk menjaga kesehatan mental generasi muda.

”Masalah kesehatan mental sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku orang muda. Hal ini terkait dengan masalah komunikasi dan masalah ekonomi dalam keluarga. Keduanya yang berdampak besar pada kehidupan kaum muda, terutama dalam akses pendidikan dan fasilitas kesehatan yang memadai,” ungkap Maria.Bagaimana media sosial dapat mendukung kesehatan mental orang muda dan bisa menjadi tempat yang aman untuk saling untuk berbagi dan bertanya. Penting untuk merefleksikan bagaimana kita dapat membangun platform interaktif dan informatif bagi generasi muda agar bisa bertumbuh bersama di dalam masyarakat yang saling mendukung,” tutur Helen.

Setelah mendengar ungkapan dari keduanya, Paus Fransiskus memberikan tanggapan hangatnya dan menyadari betapa sulitnya kaum muda Katolik untuk berpartisipasi dan memiliki sense of belonging di masyarakat. Bapa Suci mendorong kaum muda untuk berpegang teguh pada iman dan menjaga hati mereka tetap terhubung dengan doa. Dengan melakukan hal ini, kata Paus, akan membantu dalam hal dialog antar iman dan memungkinkan orang muda untuk selalu berinteraksi dengan orang lain secara lebih efektif.

Bapa Suci juga menekankan pentingnya mempertahankan keyakinan yang teguh meskipun menghadapi tekanan lingkungan, serta menjaga rasa memiliki untuk melindungi dari kerentanan. Beliau menyoroti isu identitas, martabat manusia, kesehatan mental, diskriminasi, dan stigma sosial yang menghambat inklusivitas, sambil menegaskan bahwa perempuan memiliki peran unik dan tidak boleh dianggap sebagai warga kelas dua.

Di hadapan para mahasiswa Asia Pasific, Paus Fransiskus membahas pentingnya pendidikan yang holistik. Beliau mengajak semua pihak untuk menolak ideologi konflik dan perang, serta membangun harmoni dan dialog antar budaya demi perdamaian di dunia yang penuh ketidakpastian.

Paus Fransiskus mengakhiri acara ini dengan mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa atas partisipasi dan refleksi mereka yang telah membantu beliau memahami lebih dalam situasi kaum muda Katolik, terutama dalam persiapan beliau untuk perjalanan apostolik ke Asia dan Oseania pada bulan September mendatang.D|Red

Pos terkait