Kejagung Tegas: Rp11,8 Triliun dari Wilmar Group Bukan “Dana Jaminan”, Melainkan Barang Bukti Korupsi

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, (Foto Ist)

Jakarta-Mediadelegasi: Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan klarifikasi tegas terkait pernyataan Wilmar International Limited yang menyebut penyitaan uang sebesar Rp11,8 triliun dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas CPO dan turunannya sebagai “dana jaminan.”

Klarifikasi ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pada Rabu, 18 Juni 2025.

Dalam sistem peradilan Indonesia, khususnya dalam penanganan kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara, tidak ada istilah “dana jaminan”

seperti yang diklaim oleh Wilmar Group. Kejagung menekankan bahwa uang yang disita tersebut sepenuhnya berstatus sebagai barang bukti dan/atau uang untuk pengembalian kerugian keuangan negara.

Penyitaan uang Rp11,8 triliun tersebut dilakukan terhadap lima terdakwa korporasi yang merupakan bagian dari Wilmar Group. Proses penyitaan telah melalui jalur hukum yang benar

berdasarkan Penetapan Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tertanggal 4 Juni 2025.

Kejagung menegaskan bahwa seluruh proses hukum telah sesuai prosedur dan transparan. Penyitaan ini merupakan bagian integral dari proses penegakan hukum untuk mengungkap dan menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Status hukum uang sitaan tersebut akan dipertimbangkan secara komprehensif dalam putusan pengadilan setelah tim penuntut umum mengajukan tambahan memori kasasi.

Kejagung akan memastikan proses peradilan berjalan adil dan transparan.

Dengan tegas membantah klaim Wilmar Group, Kejagung menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dan mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.

Pos terkait