Jakarta-Mediadelegasi : Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan keterlibatan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis ChromeOS di Kemendikbudristek tahun 2020-2022. Meskipun belum ditetapkan sebagai tersangka, peran Nadiem Makarim terungkap dalam pemaparan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, terkait peran empat tersangka yang telah ditetapkan.
Abdul Qohar menjelaskan kronologi kasus ini bermula dari pembentukan grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team” pada Agustus 2019 oleh Staf Khusus Nadiem, Jurist Tan (JS), bersama Fiona (Staf Khusus Nadiem) dan Nadiem Makarim (NAM) sendiri. Grup ini digunakan untuk membahas rencana program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek, termasuk rencana pengadaan laptop Chromebook, bahkan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Menteri.
Bacaan Lainnya
Setelah Nadiem Makarim dilantik pada 19 Oktober 2019, pembahasan pengadaan ChromeOS berlanjut. Pada Februari dan April 2020, Nadiem Makarim bertemu dengan perwakilan Google, William dan Putri Ratu Alam, untuk membahas pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek, termasuk rencana co-investment sebesar 30 persen dari Google.
Jurist Tan kemudian menindaklanjuti pertemuan tersebut dengan membahas teknis pengadaan TIK berbasis ChromeOS dengan pihak Google. Perintah dan arahan dari Nadiem Makarim inilah yang kemudian menjadi dasar tindakan para tersangka.
Puncaknya, pada 6 Mei 2020, Nadiem Makarim memimpin rapat daring bersama tiga tersangka lainnya: Sri Wahyuningsih (SW), Mulatsyah (MUL), dan Ibrahim Arief (IA). Dalam rapat tersebut, Nadiem Makarim memerintahkan pengadaan TIK tahun 2020-2022 menggunakan ChromeOS dari Google, meskipun proses pengadaan belum dimulai.
Ibrahim Arief (IA), sebagai konsultan teknologi dan salah satu tersangka, turut berperan dalam memengaruhi hasil kajian teknis dengan mendemonstrasikan ChromeOS dan menolak menandatangani kajian teknis yang tidak menyebutkan ChromeOS. Tekanan ini diduga kuat terkait perintah Nadiem Makarim.
Sri Wahyuningsih (SW) dan Mulatsyah (MUL), sebagai Direktur Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek, menindaklanjuti perintah Nadiem Makarim dengan melakukan pengadaan di masing-masing direktorat. SW bahkan harus menunjuk pejabat pembuat komitmen (PPK) baru untuk menjalankan perintah tersebut. MUL juga melakukan hal serupa, meminta PPK untuk melakukan pengadaan dan memilih perusahaan penyedia sesuai arahan yang telah ditetapkan.
Meskipun nama Nadiem Makarim disebut secara signifikan dalam konstruksi perkara, Kejagung hingga saat ini belum menetapkannya sebagai tersangka. Namun, peran dan arahannya yang terungkap jelas menjadi sorotan utama dalam kasus ini.
Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi ini ditaksir mencapai Rp1,9 triliun, berdasarkan perhitungan sementara dari total proyek pengadaan sebesar Rp9,3 triliun. Angka ini menunjukkan besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan dari dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan.
Keempat tersangka yang telah ditetapkan adalah:
- Sri Wahyuningsih (Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020-2021)
- Mulatsyah (Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek 2020-2021)
- Jurist Tan (Mantan Staf Khusus Nadiem Makarim)
- Ibrahim Arief (Mantan Konsultan Teknologi Kemendikbudristek)
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan mantan menteri dan berpotensi menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Proses hukum selanjutnya akan menentukan langkah Kejagung terkait keterlibatan Nadiem Makarim dan kemungkinan penetapannya sebagai tersangka.
Kejagung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan menuntut para pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Publik menantikan perkembangan selanjutnya dari kasus ini dan berharap agar keadilan dapat ditegakkan. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan.
Proses hukum yang berkelanjutan diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Kejagung diharapkan mampu mengungkap seluruh fakta dan memberikan sanksi yang setimpal kepada semua pihak yang terlibat. D|Red.






