Dalam berbagai perspektif memosisikan peranan ibu begitu besar. Penuh tanggungjawab, memelihara kandungannya, melahirkan, menyusui bayinya, membesarkan serta memperjuangkan pendidikan anaknya, bahkan doa ibu siang dan malam untuk keberkahan hidup anak-anaknya.
BELUM kedengaran, sang ibu protes, ketika nama ayah yang ditulis dalam selembar ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang diproduksi Kepala Sekolah Formal anak-anaknya.
Demikian juga ayah, hanya tersenyum ketika pihak bank menanya nama ibu kandung kepada nasabah dalam menguji otentifikasi akurasi kepemilikan rekening bank. Kenapa? Karena ibu kandung merupakan sosok yang tak mungkin tertukar oleh sosok yang lain.
Beranjak dari dua paragraf narasi di atas, penulis mencoba mengulas esensi seorang ibu atau perempuan yang berperan secara biologis maupun sosial dalam kehidupan sebagai kado di Hari Ibu, 22 Desember 2022.
BACA JUGA: Meryl Ajak Perempuan Tangguh Merayakan Hari Ibu
Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan arti ibu sebagai wanita yang telah melahirkan seseorang, sebutan untuk wanita yang sudah bersuami, panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum, bagian yang pokok (besar, asal, dan sebagainya), yang utama di antara beberapa hal lain; yang terpenting misalnya negeri atau kota.
Jelas, makna dari kata ibu (perempuan) adalah sesuatu yang utama sesuai keperluannya. Mulai dari ibu (kandung) yang melahirkan, ibu yang membesarkan, ibu yang menyusui, ibu tiri, ibu jari-jari, ibukota hingga ibu negara. Semuanya menggambarkan induk atau sesuatu yang utama.
Dapat diuraikan, ibu adalah orangtua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orangtua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.
Dunia, begitu memosisikan ibu sebagai sesuatu yang penting untuk dikenang setiap tanggal 22 Desember, dengan sebutan Hari Ibu. Lebih dari itu, merefleksi peranan ibu hal yang sangat penting untuk menyadarkan dan senantiasa memahami esensi ibu dalam perjalanan karir maupun perjuangan dalam kehidupan anak-anaknya meraih keberkahan.
Jauh sebelum dunia menetapkan perlunya peringatan Hari Ibu, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar-dasar teologis bahwa seorang ibu diakui sangat mulia sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatakan dari Anas bin Malik RA: “Surga itu di bawah telapak kaki ibu.” Bukti dari bentuk keberkahan peranan ibu.
Sepertinya, tak ada sebuah keikhlasan kecuali keikhlasan seorang ibu, karenanya dia tak pernah berharap memperoleh balas kebaikan dari setiap anak-anaknya. Karena memang balasan kebaikan dari setiap anak tak pernah terhitung lunas kepada ibunya hingga ajal menjemputnya dari kehidupan.
Kita simak hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Seorang anak tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya kecuali jika dia menemukannya dalam keadaan diperbudak, lalu dia membelinya kemudian membebaskannya.” (HR Bukhari-Muslim)
Kemudian, dari Abi Burdah, ia melihat melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu bersenandung: “Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari”.
Orang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, walaupun setarik nafas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” Beliau lalu thawaf dan shalat dua raka’at pada maqam Ibrahim lalu berkata, “Wahai Ibnu Abi Musa (Abu Burdah), sesungguhnya setiap dua raka’at (pada makam Ibrahim) akan menghapuskan berbagai dosa yang diperbuat sesudahnya.” (HR Bukhari).