TPUA Tolak Penghentian Penyelidikan Kasus Ijazah Jokowi, Desak Gelar Perkara Khusus

TPUA mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 26 Mei 2025. (Foto : Ist.)

Jakarta-Mediadelegasi : Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mengunjungi Bareskrim Polri di Jakarta Selatan, Senin, 26 Mei 2025, untuk menyampaikan keberatan resmi mereka atas penghentian penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi). Kunjungan ini menandai babak baru dalam kontroversi yang telah memicu perdebatan publik yang luas.

TPUA secara tegas mendesak Bareskrim untuk melakukan gelar perkara khusus terkait kasus tersebut, mengacu pada Pasal 21 Perkap 6 Tahun 2019. Mereka menilai penghentian penyelidikan sebelumnya cacat hukum dan tidak memenuhi standar proses hukum yang adil dan transparan.
Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadhillah, menjelaskan bahwa surat keberatan mereka, bernomor 26/P-GPK/TPUA/V/2025, telah diterima oleh Biro Wassidik Bareskrim Polri. Surat tersebut merinci 26 poin keberatan yang mendasari tuntutan mereka untuk melanjutkan penyelidikan.
Salah satu poin keberatan yang paling menonjol adalah ketidakhadiran pelapor dan terlapor dalam gelar perkara sebelumnya. TPUA berpendapat bahwa proses gelar perkara yang dilakukan secara internal dan tertutup melanggar asas keadilan dan transparansi dalam proses hukum.
Rizal Fadhillah juga menyoroti ketidakikutsertaan ahli forensik digital, Dr. Rismon Sianipar, dalam proses penyelidikan. Meskipun bukti-bukti yang diajukan TPUA, termasuk keterangan ahli tersebut, dianggap krusial, mereka tidak pernah dimintai keterangan atau diperiksa oleh pihak berwenang.
Sebaliknya, Presiden Jokowi sendiri memuji detailnya penyelidikan Bareskrim, menekankan bahwa polisi telah membandingkan ijazahnya dengan ijazah teman-temannya, serta menyertakan foto-foto kegiatan kuliah kerja nyata (KKN), wisuda, dan aktivitasnya sebagai anggota Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam).
Jokowi juga menyebutkan bahwa Bareskrim telah menyertakan bukti berupa pengumuman penerimaan mahasiswa baru UGM di koran tahun 1980 sebagai bagian dari penyelidikan mereka. Namun, ia tidak secara eksplisit menyatakan bahwa bukti-bukti tersebut sudah cukup untuk membuktikan keaslian ijazahnya.
Jokowi mengakui bahwa dirinya merasa sedih jika kasus ini berlanjut ke tahap selanjutnya, namun ia menegaskan bahwa proses hukum harus tetap berlanjut agar semua menjadi jelas. Pernyataan ini menunjukkan adanya dilema antara keinginan untuk menyelesaikan masalah dan kepatuhan terhadap proses hukum yang berlaku.
Lebih lanjut, Jokowi berjanji akan membuka ijazah aslinya di sidang pengadilan jika kasus ini berlanjut. Janji ini ditujukan untuk membuktikan keaslian ijazahnya dan memberikan transparansi kepada publik. Langkah ini menunjukkan kesiapan Jokowi untuk menghadapi proses hukum yang lebih lanjut.
Pernyataan Jokowi dan langkah TPUA mencerminkan perbedaan pandangan yang signifikan tentang proses penyelidikan yang telah dilakukan. TPUA menilai proses tersebut tidak transparan dan tidak adil, sementara Jokowi memuji detailnya penyelidikan tersebut.
Kasus ini telah memicu perdebatan publik yang sengit, dengan berbagai pihak memberikan pendapat dan analisis mereka sendiri. Kontroversi ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum di Indonesia.
Langkah TPUA untuk mengajukan keberatan dan mendesak gelar perkara khusus menunjukkan komitmen mereka untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam proses hukum. Mereka berharap agar Bareskrim akan mempertimbangkan keberatan mereka dan menindaklanjuti tuntutan mereka.
Ke depannya, perkembangan kasus ini akan terus menjadi sorotan publik. Keputusan Bareskrim untuk menanggapi tuntutan TPUA akan sangat menentukan arah dan hasil dari penyelidikan ini.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang standar dan prosedur yang diterapkan dalam penyelidikan kasus-kasus yang melibatkan figur publik. Perdebatan ini akan terus berlanjut hingga kasus ini menemukan titik terang.
Secara keseluruhan, kasus ini menyoroti pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam sistem hukum Indonesia, khususnya dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan figur publik dan berpotensi menimbulkan kontroversi. D|Red.
Baca artikel menarik lainnya dari
mediadelegasi.id di GOOGLE NEWS.

Pos terkait