Jakarta-Mediadelegasi: Ketua Harian Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa DPR membentuk tim legislator untuk mengawasi penulisan ulang sejarah nasional oleh Kementerian Kebudayaan. Tim supervisi ini dibentuk setelah berkonsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani, dan unsur pimpinan dewan lainnya.
Tujuannya untuk memastikan tidak ada distorsi dalam penulisan sejarah yang baru. Dasco menegaskan bahwa pembentukan tim ini tidak menyalahi aturan ketatanegaraan. Sebaliknya, hal itu merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR terhadap eksekutif.
Tim supervisi akan melibatkan Komisi III dan Komisi X DPR yang bertugas secara profesional. Ia berharap kehadiran tim ini dapat menyudahi polemik di masyarakat soal rencana penulisan ulang sejarah.
Kontroversi berawal dari pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang menyebut sejarah Indonesia akan ditulis ulang dengan pendekatan positif. Fadli mengatakan, proyek ini bertujuan mengangkat pencapaian dan prestasi bangsa serta menjauh dari narasi yang memecah belah.
Ia menyebut proyek ini akan bersifat Indonesia-sentris dan bebas intervensi politik, melibatkan 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Namun gagasan ini menuai reaksi keras dari kalangan sejarawan, aktivis, dan korban pelanggaran HAM masa lalu.
Kekhawatiran muncul bahwa narasi sejarah akan diputihkan dan menghapus peristiwa kelam bangsa. Sejarawan Andi Achdian menyebut langkah ini identik dengan rezim otoriter yang memonopoli narasi resmi sejarah.
Poin krusial lainnya adalah minimnya pelanggaran HAM berat yang dimasukkan dalam draft penulisan sejarah, hanya dua dari 12 kasus yang diakui negara. Komnas HAM menyampaikan belum diajak berdiskusi dalam proses ini.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengingatkan bahwa penghapusan tragedi kemanusiaan akan memupus harapan korban untuk memperoleh keadilan. Puncak kontroversi terjadi saat Fadli Zon mempertanyakan bukti pemerkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998, menyebutnya sebagai rumor yang tak terbukti.
Pernyataan ini dikecam luas dan dianggap melukai para korban serta menunjukkan ketidakpekaan terhadap tragedi kemanusiaan. Komisi X DPR dari PDIP, Mercy Chriesty Barends, menanggapi keras dengan membawa dokumen resmi dari TGPF dan Komnas Perempuan.
Ia mendesak agar Fadli menghentikan narasi yang menyakiti para penyintas dan publik. Fadli lalu mengumumkan akan menggelar uji publik yang melibatkan berbagai unsur masyarakat untuk meninjau kembali proses tersebut.
Meski demikian, desakan agar proyek penulisan ulang sejarah dihentikan terus berdatangan, termasuk dari internal PDI Perjuangan. Ketua DPP PDIP MY Esti Wijayati menegaskan penolakan tersebut demi menjaga luka sejarah bangsa tidak dikubur secara sistematis.