Jakarta-Mediadelegasi : Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, mengusulkan agar dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) diatur terkait ketentuan pendidikan bagi penyelidik dan penyidik. Ia meminta agar pendidikan mereka minimal S1 Ilmu Hukum.
Tanak menjelaskan bahwa saat ini penyelidik dan penyidik belum ada syarat berpendidikan S1 ilmu hukum. Padahal, advokat, jaksa, dan hakim sudah disyaratkan memiliki pendidikan minimal S1 Ilmu Hukum. Oleh karena itu, Tanak berpendapat bahwa penyelidik dan penyidik juga harus memiliki latar belakang pendidikan yang sama.
Usulan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme penyelidik dan penyidik dalam menangani kasus hukum. Dengan memiliki pendidikan minimal S1 Ilmu Hukum, penyelidik dan penyidik dapat lebih memahami proses hukum dan melakukan tugasnya dengan lebih efektif.
Selain itu, Tanak juga menyarankan agar penyidik pembantu dihilangkan. Ia berpendapat bahwa keberadaan penyidik pembantu dapat menimbulkan masalah dalam proses penyidikan.
Tanak juga mengusulkan agar jangka waktu penyidikan diatur dengan tegas, agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan. Ia berpendapat bahwa tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan harus diatur dengan jelas dan tegas.
Dalam RKUHAP, Tanak berharap bahwa proses hukum dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Ia berpendapat bahwa dengan adanya aturan yang jelas dan tegas, proses hukum dapat berjalan dengan lebih lancar.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menargetkan RKUHAP bisa berlaku pada awal tahun 2026 mendatang. Dengan begitu, pembahasan akan mulai dilakukan pada masa persidangan berikutnya, pada Juni 2025 mendatang.