Medan-Mediadelegasi: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (LPPM-UIN Sumut) merekomendasikan Rektor UIN Sumut segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sesuai amanat Permendikbud RI.
Penegasan itu merupakan hasil Workshop Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi digelar LPPM-UIN Sumut, Rabu kemarin, di Kondotel Hotel Medan.
Ketua LPPM-UIN Sumut Nispul Khoiri MAg mengatakan, kekerasan seksual merupakan isu terbesar hingga saat ini menjadikan perempuan sebagai korban.
BACA JUGA: Nispul Khoiri Monitoring KKN Mandiri UIN Sumut di Batam
“Perguruan Tinggi, seharusnya menjadi entitas tempat aman dari berbagai prilaku menyimpang dan diharamkan itu justru tidak kondusif lagi terutama bagi mahasiswa mengembangkan potensinya,” ungkap Nispul pada Workshop Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Rabu kemarin.
Menurut Nispul yang juga pernah sebagai Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumut ini, menyebutkan, kekerasan seksual itu bagaikan fenomena gunung es banyak korban tidak terungkap dan sulit dalam pembuktian.
Namun, katanya, dampaknya sangat besar bagi korban berimplikasi jangka panjang. “Dalam catatan Komnas Perempuan tahun 2022, kekerasan terhadap perempuan terekam sebanyak 457.895 kasus dan 35 kasus terjadi di kampus,” katanya.
BACA JUGA: Gelar Seminar Antara, Uji Profesionalitas Penelitian Dosen
Lebih jauh dia menjelaskan kekerasan seksual dimaksudkan mengutip UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Bab 1 ayat 1) adalah: Setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan dan/atau menyerang tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
Lebih jauh dia menjelaskan, kekerasan seksual itu, kekerasan fisik, kekerasan non fisik, kekerasan verbal dan kekerasan teknologi informasi. “Biasanya indikasinya memanfaatkan relasi kuasa dosen sebagai pembimbing skripsi, iming-iming nilai bagus dengan modus mengajak korban ke luar kota, melakukan pelecehan seksual baik fisik maupun non fisik di saat bimbingan skripsi di dalam maupun di luar kampus.
BACA JUGA: LP2M Gelar Monev Kemajuan Hasil Penelitian dan Pengabdian
“Perempuan menjadi korban, dikarenakan cara pandang melihat perempuan, ada obyektivitas tubuh perempuan, wanita juga dianggap kaum yang lemah, karena kondisi inilah kekerasan seksual itu terjadi. Terkadang pula dengan konstruksi sosial dalam masyarakat yang menjalankan budaya patriarki sehingga perempuan sering ditempatkan pada posisi subordinat yang termarginalkan. Akibat dari itu korban mengalami trauma fsikis, berefek pula kepada kehidupan korban termasuk proses pembelarannya di kampus. Bahkan beberapa korban secara tragis mengkahiri hidupnya karena trauma berkepanjangan,” paparnya.
Nispul Khoiri, yang juga dosen Pascasarjana UIN Sumut ini menegaskan, negara telah hadir dalam perlindungan kekerasan kejahatan seksual, melalui regulasi berbagai peraturan.
Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek No 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
“Kehadiran Permendikbud ini sangat didukung sekali oleh UIN Sumut, serta disosialisasikan khususnya di lingkungan kampus UIN Sumut. Kegiatan worshop ini bagian dari respon tinggi UIN Sumut terhadap pencegahan dan perlindungan. UIN Sumut wajib memberikan perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat dan hak atas rasa aman bagi sivitas akademika dari ancaman dan praktek kekerasan seksual,” ujarnya.
Fitri Hayati, SE, MA, selaku Kapus PSGA LPPM UINSU, sekaligus Ketua Panitia menjelaskan, menghadirkan Narasumber Dr Witri Mutia (UIN Sunan Ampel) dan Dr Mutia Nauli MPSi (USU) melalui workshop ini segera menggodok langkah-langkah pencegahan dan penanganan.
Langkah pencegahan seperti, konsep pembelajaran, penguatan tata kelola, serta penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan. Begitu pula langkah penanganan dirumuskan seperti, pendampingan terhadap korban, pemulihan korban secara fisik-psikis dan pengenaan sanksi adminitratif kepada pelaku. D|Red-06